Menakar Peluang & Tantangan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka Bagi Prodi BSA

 Prodi Bahasa dan Sastra Arab (BSA), Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung kembali menggelar seminar nasional secara virtual. Kali ini tema yang diangkat adalah “Bahasa Arab dan Kampus Merdeka: Peluang dan Tantangan”. Webinar kali ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang pelaksanaan program kampus merdeka di perguruan tinggi yang dicanangkan Kemendikbud, khususnya bagi Prodi Bahasa dan Sastra Arab, dengan berbagai peluang dan tantangan yang akan dihadapi kedepannya, baik bagi para dosen, pemangku kebijakan, ataupun bagi mahasiswa.

 Ada tiga pembicara yang mengisi webinar kali ini, yaitu Dr. Muhbib Abdul Wahab, M.Ag. (Kaprodi Magister Pendidikan Bahasa Arab UIN Jakarta & Wakil Ketua IMLA), Dr. Eva Farhah, S.S., M.A., P.hd. (Kaprodi Sastra Arab UNS) dan Dr. Hj. Yayan Rahtikawati, M.Ag (Dosen BSA UIN Bandung). 

 Sekjur BSA, H. Mawardi, M.A. bertindak sebagai MC dalam webinar tersebut membuka acara dengan membaca basmallah, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars FAH. Sedangkan Dr. Asep Supianudin, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Arab menyampaikan pentingnya acara tersebut agar menjadi salah satu persiapan dalam menyambut pelaksanaan Kampus Merdeka – Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Kemendikbud, khususnya di Jurusan BSA. “Webinar ini memang sudah diagendakan untuk menyambut pelaksanaan Kampus Merdeka – Merdeka Belajar yang sudah dicanangkan Kemendikbud. Tema sengaja dibuat untuk dosen, mahasiswa & kita semua agar mendapat pencerahan, wasan dan keilmuan dari para narasumber,” jelasnya saat membuka acara.

 Dekan FAH, Dr. H. Setia Gumilar, M.Si. dalam sambutannya sebelum membuka acara mengatakan bahwa tema yang diangkat dalam webinar BSA kali ini sangat menarik. Karena bagaimanapun juga gagasan dari seorang Nadiem Makarim ini sudah memberikan pengaruh yang besar, terutama di lingkungan Perguruan Tinggi. “Untuk merespon apa yang diinginkan seorang (Mendikbud) Nadiem Makarim. Setiap kampus mungkin sekarang sudah mulai memikirkan kebijakan ini. Nadiem melihat ada suatu persoalan yang dihadapi para alumni, dimana mereka kurang bisa berkompetisi di dunia nyata. Apalagi jika dibandingkan dengan (lulusan Perguruan Tinggi) yang berada di luar Indonesia,” tuturnya.

 “Seorang Nadiem ingin ada perubahan paradigma dan konsep, agar para alumni jangan hanya memahami satu disiplin ilmu saja. Karena kehidupan dan tantangan setelah lulus nanti sangat kompleks. Jika diibaratkan seperti lautan, kita tidak mungkin menyelaminya dengan satu gaya (berenang) saja, butuh gaya lain untuk menyelami luasnya lautan,” jelas Dr. Setia memberikan perumpamaan.

 “Di FAH sendiri kurikulum yang digunakan sebenarnya sudah menyertakan ilmu bantu lainnya. Agar ilmu yang dipelajari para mahasiswa bisa bersinergi dengan ilmu lainnya. Contohnya seperti mata kuliah kewirausahaan, hal ini agar kelimuan di jurusan bisa dikreasikan, dikembangkan dan dijadikan inovasi untuk mahasiswa jika ingin berwirausaha. Disamping itu ada juga mata kuliah elektif (pilihan) di setiap jurusan, substansi Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar sebenarnya sudah bisa terakomodasi di mata kuliah elektif ini,” paparnya.

 Dr. Setia Gumilar juga mengharapkan webinar nasional BSA kali ini bisa memberikan pencerahan gagasan Nadiem Makarim, khusunya dalam konteks BSA untuk berkolaborasi dengan yang lain. “Di UIN Sunan Gunung Djati Bandung sendiri sudah ada intruksi dari Warek I untuk (pimpinan fakultas) memikirkan hal ini. Agar jika nanti sudah ada keputusan tertulis, kita tidak harus mulai dari awal, jadi dari sekarang sudah mulai dikaji dan dipikirkan sebelum diimplementasikan secara resmi,” tutupnya yang dilanjutkan dengan membuka acara webinar secara resmi.

 Dr. Eva Farhah, S.S., M.A., Ph.D. menjelaskan tentang banyaknya alumni bahasa dan sastra Arab yang dibutuhkan di berbagai bidang saat ini. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan dan membutuhkan strategi yang tepat untuk mencapainya. “Strategi adalah ilmu dan seni untuk menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Strategi juga berarti rencana yang cermat mengenai suatu kegiatan untuk mencapai sasaran,” jelasnya.

 Dr. Eva juga mengungkapkan tiga tantangan penting yang akan dihadapi jurusan BSA dalam kaitannya dengan Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar. “Kita perlu merealisasikan sejumlah Program Kongkrit, harus me-redesign tujuan, motode pembelajaran dan jenis bahasa Arab yang dipelajari serta perlu merintis atau memperluas networking dengan sejumlah Perguruan Tinggi, baik di dalam ataupun di luar negeri,” ungkapnya pada acara yang dimoderatori oleh Dr. Yani Heryani, M.Ag. tersebut.

 Terkait teknis pelaksanaan Kampus Merdeka, Dr. Eva mengungkapkan bahwa mahasiswa perlu diberikan mata kuliah wajib terlebih dulu sebagai penguatan basic keilmuannya. Sementara di semester 5, 6 dan 7, mereka diberi kebebasan sesuai kebijakan program kampus merdeka dan pada semester 8 kembali lagi ke jurusan. “Tentu saja kebebasan disini ada aturan dan tata caranya, tidak semaunya mengambil mata kuliah di luar jurusannya,” ungkapnya.

 Dr. Muhbib Abdul Wahab, M.Ag., menyoroti kurikulum Bahasa dan Sastra Arab dalam perspektif Merdeka Belajar, terutama terkait dengan peluang, tantangan, dan prospeknya. Ada 4 pokok bahasan besar yang disampaikan Kaprodi MPBA UIN Jakarta tersebut, yaitu fakta dan peta Bahasa Arab, landasan teori merdeka belajar, tantangan dan peluang BSA serta prospek BSA di masa depan. Selain itu, Dr Muhbib juga menjelaskan bagiamana memposisikan bahasa Arab, karena studi bahasa Arab dapat dikaji dan dikembangkan dari berbagai perspektif. “Yang pertama adalah bahasa Arab sebagai ilmu, sastra, dan budaya, kemudian bahasa Arab sebagai materi yang dikurikulumkan dan dibelajarkan, yang ke tiga bahasa Arab sebagai keterampilan  dan seni, serta yang terakhir adalah bahasa Arab sebagai alat atau sarana komunikasi, basis pengembangan profesi, diplomasi, politik, bisnis dan sebagainya,” jelasnya dalam salah satu pokok pembahasan.

Mengenai landasan teori Merdeka Belajar, Dr. Muhbib mengatakan bahwa Merdeka Belajar sebenarnya bukan hal baru, namun sesuatu yang sudah ada sejak lama dengan kemasan yang baru. Ia juga menyoroti pemikiran Ki Hajar yang pernah mempopulerkan istilah “Pendidikan yang Memerdekakan” sebagai salah satu landasan teori Merdeka belajar saat ini. Sang tokoh yang juga pahlawan nasional tersebut menyatakan bahwa pendidikan adalah proses belajar menjadi manusia seutuhnya.

Dr. Muhbib juga menjelaskan bahwa Kampus Merdeka adalah Smart Campus yang memiliki dua ciri. Pertama, yaitu budaya belajar, kemerdekaan berpikir riset, berkarya, dan publikasi ilmiah. Dan yang kedua adalah menguasai keterampilan studi dan berbudaya literasi digital dan kolaborasi nasional dan internasional. “Kampus cerdas mengembangkan 6C’s sebagai keterampilan belajar abad 21, yaitu: (1) Think Critically, (2)  Communicate Clearly. (3) Work Collaboratively, (4)  Embrace Culture (merangkul budaya), (5) Develop   Crerativity, dan (6) Utilize Connectivity,” imbuh Wakil Ketua IMLA tersebut.

Dr. Yayan Rahtikawati, M.Ag. sebagai narasumber terakhir dari internal BSA menjelaskan dua tujuan Merdeka Belajar dan kampus Merdeka. Yaitu mendorong proses pembelajaran di Perguruan Tinggi yang semakin otonom dan fleksibel. Dan yang ke dua menciptakan kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Selain itu, Dr. Yayan juga menyoroti berbagai tantangan, khususnya bagi Prodi BSA saat nantinya melaksanakan program merdeka belajar, baik bagi dosen, mahasiswa ataupun pemangku kebijakan yang berkaitan dengan kurikulum. “Mahasiswa semester 5, 6, dan semester 7 bagi mahasiswa adalah waktu yang tepat untuk terjun di aktivitas kemahasiswaan. Jika ada tawaran untuk mengambil prodi di luar BSA dan 2 semester magang di luar UIN, maka kesempatan untuk menjadi aktivis bias berkurang/hilang. Baik aktif di Intra maupun Extra Universiter,” tuturnya saat menjelaskan salah satu tantangan Merdeka Belajar bagi aktivitas kemahasiswaan.  

 Acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan para peserta. Waktu yang singkat membuat antusiasme peserta harus dibatasi karena sudah lewat beberapa menit dari jam 16.00 WIB yang merupakan jadwal akhir webinar. Acara kemudian ditutup dengan closing statement  dari Kajur BSA UIN Bandung, Dr. Asep Supianudin, M.Ag. yang dilanjutkan dengan do’a bersama yang dipimpin dosen BSA, H. Deden Hidayat, Lc., MA. (Addriadi)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *